Senin, 14 November 2016

Mendaki Gunung, Lewati Lembah (Part 2)

(Part 2 ini sama sekali tidak ada foto dokumentasi karena kondisi jalan sangat gelap)

Berbekal sebuah senter, sebuah emergency lamp dan sebuah senter hape, kami berenam beriringan menapaki jalur pendakian. Di awal, kami sambut oleh beberapa anak tangga menuju kebun warga. Kondisi jalan gelap dan dingin. Setelah melewati kebun warga, jalur semakin menanjak memasuki hutan. Beberapa bonus (baca: tanah datar) didapatkan setelah jalur menanjak. Medan yang kami hadapi semakin berat ditambah beban carrier masing-masing yang membuat bahu serasa mau copot. Tak jarang beberapa kali kami break untuk sekedar mengatur nafas yang sesak ditekan udara dingin.
Setelah melewati Pos 1, kami menemukan tanah datar yang cukup lebar untuk istirahat. Di sana kami duduk dan makan coklat batangan yang dibawa si S. Sebelumnya, sepanjang jalan kami juga menikmati choki-choki. Ternyata coklat cocok dibawa mendaki pengganti gula merah untuk tambahan tenaga. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan.

Melewati Pos 2, track semakin terasa berat. Belum lagi ditambah udara dingin yang menerpa wajah membuat nafas susah teratur. Saya yang paling sering minta berhenti untuk sebentar untuk mengatur nafas. Tidak jarang saya harus merangkak naik karena undakan tanahnya terlalu tinggi. Beberapa kali harus meminta bantuan yang lain untuk menarik saya yang berat ini untuk naik. Ditambah, saya sering oleng hilang keseimbangan akibat beban tas yang saya bawa (padahal tas saya isinya cuma baju-baju kami, dua botol air dan merupakan tas paling ringan dibanding carrier yang lain).

Mendekati Pos 3, saya yang kondisi nafas tidak teratur, keleyengan, dan merasa beban berat akhirnya meminta untuk istirahat sebentar. Setelah track menanjak yang cukup curam, saya melihat ada sebuah pohon. Saya pun berniat untuk duduk menyandar pada pohon itu. Namun saya salah “nyender”. Saya kira di samping pohon itu tanah datar, tapi merupakan turunan yang cukup landai. Karena berat tas, saya ikut terbawa ke bawah. Untung tangan saya masih sempat memegang akar pohon. Saya otomatis teriak. Si J yang kebetulan ada di depan saya segera memegang saya. Mungkin karena badannya lebih kecil dari saya, jadi sulit mengangkat saya. Si L yang ada di belakang saya segera membantu menarik saya. Berikutnya E ikut membantu, S dan Z yang sudah lumayan jauh di depan menunggu di Pos 3.

Rasanya serem sekali dalam posisi mau jatuh seperti itu. dalam kondisi malam yang gelap, saya benar-benar nggak tahu bagaimana bentuk tempat saya jatuh itu. saya langsung disuruh menenangkan diri, mengatur nafas dan melanjutkan perjalanan ke Pos 3 tanpa membawa tas. Si L yang membawakan dua tas (padahal saya tahu kalau tas yang dia bawa itu termasuk dua tas paling berat dari yang lain).

Di Pos 3, Z meminta saya mengeluarkan dua botol air yang ada dalam tas saya supaya lebih ringan. Walaupun tasnya sudah punuh dan berat, Z akhirnya berhasil meletakkandua botol itu ke tasnya, sehingga total air yang digendongnya ada 8 botol. Maaf yaa Z saya merepotkan, hehe.

Kami tiba dipuncak sekitar pukul 12. Malam itu angin berhembus kencang. Benar-benar dingin. Kami yang dalam kondisi kelaparan, lelah dan kedinginan harus memasang tenda dan memasak untuk makan malam. Kami pun membagi tugas. Selain saya dan E, bertugas mendirikan tenda, sedangkan kami kebagian tugas memasak.

Karena beras yang dimasak terlalu banyak dan api kompor terlalu besar, malam itu beras kami gagal bertransformasi menjadi nasi. Hasilnya, kami harus puas makan tahu bakso (yang ludes sebelum masak-masak selesai), tempe goreng, mie rebus dan nasi keras. Hahaha tenda pun selesai didirikan.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Kami yang terlalu lelah dan udara yang luar biasa dingin membuat kami tidak tahan berlama-lama di luar. Padahal malam itu langit cerah dengan jutaan bintang. Setelah giliran berganti baju, kami pun langsung ambil posisi tidur.


Meski sudah menggunakan kaos kaki dan masing-masing tidur dalam sleeping bed, rasa dingin tetap saja tidak mau hilang. Apalagi di ujung kaki. Membuat saya tidak bisa tidur. Gelisah sana sini. Yang saya tahu, si E langsung ngorok. Saya dan yang lain mencoba tidur. Entah jam berapa saya bisa tidur, tiba-tiba ketika bangun keadaan luar tenda terlihat sudah terang. Saya melirik jam, wah sudah jam 5. Belum sholat subuh. Yang lain satu persatu bangun untuk sholat subuh secara bergiliran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar