Senin, 14 November 2016

Mendaki Gunung, Lewati Lembah (Part 1)

Hai, sudah lama ga cerita di sini hahaha

Banyak sih pengalaman yang sudah didapat belakangan ini yang bisa dijadiin tema. tapi karena emang belum mood, makanya lama ga cerita. Dan ini kebetulan lagi ujan, tontonan abis, ga tau mau ngapain, sehingga taraa cerita aja deh tentang pengalaman dua hari yang lalu.

Sejak selesai ngurus tugas akhir (alias tesis), saya dan beberapa teman mau mencicipi mendaki lagi. Ide nya tercetus dari saya dan si L. Kita tau harus ngobrolin masalah mendaki ke siapa. Temen kuliah kita, sebut saja J. Wacana soal mendaki sepertinya tidak begitu serta merta dapat dilaksanakan karena beberapa hal. Mengingat jadwal wisuda kita semakin dekat dan karena saya pun harus pulang dulu sebelum wisuda, akhirnya kita bertiga coba serius untuk melaksanakan ide ini.

J sebagai yang lebih paham soal mendaki ini pun mengajak salah seorang temannya, sebut saja Z yang juga ga kalah pengalaman dari J. Bersama J, Z, saya dan L, yang pengen ikut adalah si E dan S. Selain saya, kelima orang ini adalah laki-laki semua hahaha. Sudah mencoba ajak beberapa teman wanita, tapi pada ga bisa ikut semua.

Kita pun mulai adakan rapat kecil-kecilan di salah satu kontrakan teman. Perbincangan mengenai mau ndaki gunung apa, siapa saja yang ikut, perlengkapan yang dibawa dan kapan dilakukan pendakian. Setelah dua kali pertemuan, kita sepakat mencoba mendaki Gunung Prau, di Wonosobo. Rencana pendakian ini fix, dua hari sebelum keberangkatan. Cukup mendadak mengingat belum ada mempersiapkan apa-apa. Namun sepertinya cukup efektif, karena makin cepat makin baik. Yang mendadak biasanya lebih cepat realisasinya kan? hehe. Diputuskan berangkat hari Selasa, 8 November.

Sehari sebelum hari H, saya sebagai cewek satu-satunya membeli keperluan logistik mulai dari beras, telor, mie, tempe, snack, bumbu masak, teh, susu dll. Tidak lupa beberapa titipan aneh dari si J sebagai ketua : “titip choki-choki, nata de coco sama nanas ya”. Oya, berdasarkan hasil searching, ternyata di Gunung Prau nggak ada sumber air. Kita sepakat membawa air lebih untuk minum, wudhu dan buang air. Cara hemat yang ditawarkan, dari pada beli air mineral 1,5 liter mendingan beli satu galon, trus isi kedalam botol bekas. Dan yap, hasilnya 13 botol air siap minum. Karena dirasa kurang, kami menambah beberapa botol air mentah untuk wudhu dan buang air.

Soal perlengkapan seperti tenda, sleeping bag, matras, carrier, kompor dan alat masak sudah diurus sama J, Z dan L. Hasil dari sewa dan pinjem sana-sini akhirnya, kita sepakat hanya memakai satu tenda dengan 6 buah matras dan sleeping bag. Itu berarti, saya sebagai satu-satunya cewek harus berbagi tempat di satu tenda bersama para penyamun, hahaha.

Karena tenda, beberapa matras dan sleeping bag yang masih kurang belum bisa disewa, kita pun menunda keberangkatan yang semula jam 6 menjadi jam 9. Di hari H, kita malah molor baru bisa berangkat jam setengah 11 siang. Hal itu karena kami baru bisa packing jam 9, dan sempat kebingungan karena barang bawaan yang super banyak. Hahaha tapi rencana tetap jalan. Dengan niat yang baik, kami berenam dengan tiga motor berangkat menuju Wonosobo.
(Ki-Ka : S, Saya, J, E, L dan Z)
Belum lama perjalanan, adzan dzuhur berkumandang. Kami mampir di salah satu masjid daerah Borobudur. Setelah sholat, awan mendung mulai kelihatan. Wajar saja, jam hujan turun di musim ini memang siang hari. Kami memacu motor terus, tak lama kami harus menepi karena hujan akhirnya turun. Setelah memakai mantel, kami melanjutkan perjalanan diiringi hujan yang awet mengguyur.
Walau hujan, tetep lanjut jalan
Badan mulai kedinginan karena mantel tidak begitu bisa menutupi. Kami berhenti disebuah tempat pengisian bahan bakar untuk sholat Ashar dengan kondisi basah disebagian tubuh. Kami sempat kebingungan arah ketika sampai di kota Wonosobo. 
Sambil antri sholat

Pasukan pada bingung
Karena perut mulai lapar, kami memutuskan makan di salah satu rumah makan padang. Sembari minum teh panas dan menyantap makanan yang langsung ludes dalam hitungan menit. Sedikit zonk karena harga makan di sana lumayan mahal. Hehe.

Perut kenyang, hatipun senang
Terdapat empat jalur pendakian, salah satunya yang direkomendasikan oleh tempat sewa alat mendaki, adalah jalur Pataklembu. Setelah terus berjalan, menjelang magrib kami akhirnya sampai juga di gerbang Pataklembu. Tak jauh setelah memasuki gerbang, kami sampai di basecamp Pataklembu. Disana kami disambut oleh dua orang mas penjaga yang ramah. Kamipun dipersilahkan masuk, meletakkan barang, membersihkan diri di toilet dengan air yang tumpe-tumpe sedingin es, serta istirahat di ruangan khusus yang disediakan. Di sana bahkan disediakan kasur dan selimut bagi yang ingin istirahat. Ada juga mushola dan dapur umum yang bisa digunakan untuk memasak. Setelah selesai bersih-bersih diri dan bergiliran sholat Magrib, salah satu mas mengajak kami menghangatkan diri di depan tungku bara. Kami duduk melingkar, mengobrol bersama sembari nonton tv. Kami sepakat memulai perjalanan setelah sholat Isya dan berharap hujan segera reda.
Duh anget banget
Setelah sholat Isya, hujan mulai reda. Sekitar pukul setengah 9 setelah dijelaskan soal rute perjalanan oleh mas penjaga basecamp dan berdoa, kami memulai perjalanan.
Bismillah, siap jalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar