Jumat, 25 September 2015

Part 2

Aku menatap Yusuf. Dan Yusuf tahu arti tatapan itu.
“Nikah?”
“Kanda? Sehat?”
Aku menatap buku yang sedari tadi dipegang oleh Yusuf. Berusaha membaca judulnya.
“Nggak ada hubungannya sama buku yang aku baca ini”
Sepertinya Yusuf tahu arti tatapanku melihat bukunya. Yusuf meletakkan buku yang ia pegang. Animasi Pendidikan Flash karangan Priyanto Hidayatullah. Oke nggak mungkin banget buku yang ini bisa mempengaruhinya untuk bisa ngomong pertanyaan tadi.
Aku memandang Yusuf. Bukan sekedar memandang. Tapi berusaha mencari tahu. Aku pingin tahu maksudmu apa. Hei.
“Hm, ulangi lagi”, senyum yang aku paksa nggak berpengaruh.
“Kalo kita nikah aja gimana?”
“Kanda, sehatkan?”, aku bingung mendengar pertanyaan ketiga kali itu.
“Yaampun Dinda, iya sehat. Ini pertanyaan serius. Kok malah bingung gitu sih?”
“Yaampun Kanda. Kanda itu barusan nanya pertanyaan apa? Bukan sekedar ngajak makan. Tapi nikah. Ini serius gak sih?” gantian aku yang nyolot.
“Iya Dinda. Ini serius”. Dari mata Yusuf, aku mulai khawatir. Sial. Dia serius.
“Kanda ngelamar aku?”, aku bisa rasakan kalo pupil mata aku membesar.
“Hehe, yaa belum ngelamar Dinda. Aku kan nanya, gimana kalo kita nikah aja. Nanti kalo Dinda mau, baru aku ngelamar”
“Kanda barusan ngelamar aku di sini? Di warung es?” , aku bisa rasakan kalo pupil mata aku membesar lagi.
Yusuf tersenyum. Lagi-lagi manis banget.
Dinda, kenapa kamu bisa seajaib ini sih?
“Iya Dinda, di warung es ini aku nanya, Dinda mau nikah nggak sama aku?”
“Aku belum bisa buat kejutan spesial. Kasih cincin permata atau ngelamar di restoran mewah. Aku baru mampu nanya di warung es ini aja”
“Kalo Dinda mau, aku bakal ngelamar Dinda secara resmi”, Yusuf lagi-lagi memasang senyum
“Aku bakal ngelamar Dinda ke rumah”
Aku, yang Yusuf panggil Dinda dari tadi. Yang barusan saja mendengar ajakan menikah hanya bisa memandang Yusuf yang menunggu jawaban dari bibirku.
“Kanda sehat?”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar