mati lampu pun terjadi sampe keesokan paginya. saya tunggu-tunggu ga idup juga. sedikit khawatir karena acaranya itu jam 8 pagi. dengan berat hati dan berat badan, saya TERPAKSA nulis ulang cerpen dengan TULIS TANGAN. dengan buru-buru dan tulisan ala dokter, saya belum mandi, sarapan, dan sebagainya demi nyelesain ini cerpen. tepat jam 8 cerpen pun selesai. belum hilang kesel saya, tiba-tiba lampu idup. sungguh sangat wth sodara-sodara!
tapi akhirnya saya kumpulin juga cerpen tulis tangan yang ancur-ancuran itu dengan perasaan malu. yasudahlah.
berikut cerpennya :
Sagitarius
Malam hari, pukul 23 : 35 di sebuah kota kecil.
Risa menatap layar monitor dengan setengah hati.
Gio memandang lampu rumah-rumah penduduk dari beranda kamarnya.
Kedua anak manusia yang masih berusia 20 tahunan ini terpisah jarak puluhan kilometer. Mereka sama-sama memikirkan kejadian sore tadi, di sebuah kedai makanan. Mereka memiliki zodiak yang sama. Mereka lahir di bulan yang sama. Tanggal yang sama. Hanya waktu yang berbeda. Salah satunya lahir di pagi hari, dan yang lain di malam harinya.
Sifat mereka tak jauh berbeda. Sensitif dan emosional. Semua hal selalu dikaitkan dengan perasaan. Dalam bertindak selalu mengikuti kata hati. Sangat cuek dan kurang peka terhadap perasaan orang lain. Tertutup dan suka sekali menyendiri. Jika ada masalah lebih suka memendamnya sendiri.
Salah satu dari mereka terlihat lebih tenang dalam bersikap. Satu yang lainnya sedikit mudah panik. Salah satunya suka olahraga. Namun yang satunya lagi lebih suka membaca buku. Jika salah satunya suka pedas, yang satunya lagi suka manis.
Pertemuan mereka tak sengaja terjadi. Di perpusatakaan sebuah universitas. Tak ada yang istimewa dari pertemuan di siang hari yang panas itu. Gio memandang jejeran rak buku dengan menghela nafas panjang. Menyusurinya dengan malas. Sementara Risa tengah berdiri di depan salah satu rak. Memilih beberapa buku yang menarik.
Awalnya Gio hanya iseng berkeliling di antara rak. Mencari temannya yang pergi mencari buku. Dan belokan ke arah kiri, ke arah rak bernomor seri 179 lah yang mempertemukan mereka berdua. Di depan tumpukan buku Biologi. Sepatu kets converse dekil Gio tepat menginjak sepatu flat Clark Risa. Dan untuk pertama kalinya, Risa melihat dengan dekat sosok Gio yang tengah berdiri bingung di depannya. Hanya sepersekian detik memang. Saat Gio juga untuk pertama kalinya melihat dengan dekat sosok Risa yang meringis kesakitan di depan rak bernomor 179 itu. Memang hanya sepersekian detik. Tapi sepersekian detik yang cukup lama bagi mereka berdua. Tak ada ucapan yang keluar dari bibir mereka. Hanya menatap. Dan panggilan, “Gi, bukunya udah dapet nih. Yuk balik”, mengalihkan pandangan mereka berdua.
Tak ada pertemuan berikutnya dalam waktu sehari kemudian, atau dua hari kemudian, atau seminggu kemudian. Bahkan sebulan kemudian. Dan setahun kemudian.
Risa tetap mengingat kejadian singkat itu. Juga Gio. Tapi entahlah, ada sesuatu yang membuat mereka berdua berusaha membuyarkan ingatan tentang kejadian itu. Risa enggan mengingat bagaimana sakit kakinya setelah peristiwa itu. Juga Gio yang malas mengingat betapa malunya ia yang tidak sempat meminta maaf. Keduanya sama-sama kesal. Sama-sama ingin melupakan bahwa kejadian itu pernah terjadi. Seolah-olah menganggap kejadian tak sengaja itu memang hanya sebuah kebetulan. Tapi kebetulan yang sangat manis.
Saat Risa menghabiskan akhir pekan bersama teman-temannya di sebuah kedai makanan. Pertemuan manis itu terjadi lagi. Di tengah ruangan, di meja bernomor 12, duduklah Gio yang tengah asyik bercengkrama dengan beberapa teman lamanya. Tak satupun dari mereka yang sadar dengan keberadaan masing-masing. Mereka memang belum saling melihat. Mereka terlalu sibuk dengan obrolan masing-masing. Mereka belum tahu bahwa takdir kedua akan segera tiba. Saat Risa yang dengan semangatnya berjalan ke arah kasir, sepatu flat Clark miliknya, tepat menginjak sepatu kets Converse milik Gio. Spontan. Langsung. Dan berjalan begitu cepat. Untuk kali kedua, Risa menatap Gio yang tengah meringis kesakitan duduk di bangku pada meja bernomor 12 itu. Dan Gio, untuk yang kali keduanya menatap Risa yang berdiri bingung di depannya. Lagi, untuk yang kedua kalinya pula, mereka saling menatap sepersekian detik. Dan memori kejadian setahun yang lalu sama-sama terulang di benak masing-masing. Kejadian di perpustakaan itu. Kejadian yang serupa tapi tak sama. Kejadian pahit namun manis itu. Yang tiba-tiba terbuyar oleh panggilan, “Sa, yuk pulang. Udah aku bayarin tadi”, mengalihkan pandangan mereka lagi.
Risa berjalan menjauhi meja bernomor 12 itu. Berjalan dengan sedikit linglung ke arah pintu keluar. Pikirannya kalut. Ketidaksengajaan yang terjadi lagi. Pada objek yang sama. Dengan perlakuan yang sama. Meski di tempat berbeda.
Gio masih duduk di meja bernomor 12 itu. Diam dengan sedikit bingung. Pikirannya juga kalut. Ketidaksengajaan yang terjadi lagi. Pada objek yang sama. Dengan perlakuan yang sama. Meski di tempat berbeda.
Risa ingat setahun yang lalu ia menatap Gio yang pergi tanpa minta maaf itu dengan kesal. Gio pun ingat setahun yang lalu ia berusaha menahan malu untuk tidak berbalik arah dan minta maaf ke pada Risa. Tapi di tempat yang berbeda ini. Masih dengan kejadian yang sama. Mereka, entah tertiup angin apa, mengabaikan rasa enggan di hati masing-masing. Mereka mungkin baru menyadari kebetulan kedua ini mungkin akan tetap jadi ketidaksengajaann yang sama dengan setahun yang lalu jika masing-masing tetap menganggapnya sebuah kebetulan pahit. Maka Gio memilih bangkit dari kursi pada meja bernomor 12 itu, berjalan keluar kedai makanan. Juga Risa yang memilih berbalik arah dan melihat Gio sudah berada di depannya.
“Maaf untuk yang dulu”
“Maaf juga untuk yang tadi”
Dan senyum dari keduanya pun muncul di sore yang sejuk itu. Kini mereka menyadari kebetulan kedua ini sungguh manis.
Meski tak disadari, nama mereka pun sebenarnya sudah menyatukan mereka dalam zodiak yang sama, Risa dan Gio. Sa dan Gi dalam Sa-Gi-tarius. Sagitarius.
"Orang yang dicintai dan dibenci itu sebenarnya sama-sama ada di hati dan pikiran kita.
Yang membedakan keduanya adalah rasa dan perlakuan yang kita berikan."
Yang membedakan keduanya adalah rasa dan perlakuan yang kita berikan."
- Bang Jek - Sinetron Para Pencari Tuhan 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar