Karena ndaki Kaba nggak cukup sekali.
Sebulan setelah kami mendaki Bukit Kaba tanggal 22 Maret
lalu, tanggal 26 April kemarin kami mendaki Bukit Kaba lagi. Yeah!
Ide mendaki ini muncul karena saat pendakian pertama kemarin
hari hujan dan beberapa member dirasa kurang asyik, makanya beberapa member
tidak diikutsertakan. Meski kali ini terkesan mendadak karena diadakan dua hari
setelah beberapa member wisuda, tapi persiapan tetap maksimal. Iuran yang
dikumpulkan dibelanjakan dengan lebih bijaksana untuk membeli makanan berat dan
kebutuhan lain. Rencana awal, yang ikut adalah Izul, Ari, Kiting, Dang Okta,
Nop, Ismid, Dwi, Aku, Rita, Mardah dan Inga (teman Dwi). Namun di detik
terakhir menjelang keberangkatan, Mardah sms kalo batal ikut karena Ibu dan
Adiknya sakit. Jleb. Rasanya aku jadi males ikut.Tapi nggak mungkin dan nggak
enak sama yang lain. Akhirnya aku tetep ikut juga.
Rencana berangkat ke Curup hari Jum’at ba’da Ashar. Karena
rencana mendaki hari Sabtu pagi. Kami akan menginap di rumah Ari semalam.
Sebelum berangkat, kami berkumpul di rumah Izul. Saat menunggu Ari di
simpangan, motor yang aku dan Nop tumpangi, tak sengaja menggilas anak kucing.
Karena panik takut terjadi apa-apa, kami menyempatkan mengubur anak kucing
malang itu. Dan berdoa semoga di jalan nanti tidak terjadi hal aneh.
Kami sempat berhenti di hutan saat magrib. Dan melanjutkan
perjalanan menuju Kepahiyang. Di sana kami jajan gorengan pinggir jalan.
Ternyata harga gorengan di sana hanya Rp. 500. Wow!
Perut kenyang, kami langsung hajar menuju Curup. Tiba di
rumah Ari, kami beristirahat dan ditawari makan malam. Sebelum makan, para
wanita memasak sambel goreng tempe untuk di bawa saat mendaki besok. Perut
kenyang, mata pun ngantuk. Tapi harus packing barang yang akan di bawa besok.
Rencananya para wanita nggak perlu bawa apa-apa. Semua barang dimasukkan ke
dalam 4 carrier dan 2 ransel yang masing-masing akan disandang oleh para
lelaki. Wah mereka jantan sekali. Sebenarnya badan sudah lelah. Saat itu pukul
10 malam, kami memutuskan untuk jalan kaki keliling nyari warung untuk beli
kopi sachetan. Ternyata kami jalan cukup jauh. Sepanjang jalan kami sibuk
ngobrol banyak hal. Hingga tak terasa sudah pukul 11 malam. Kami harus pulang.
![]() |
gara-gara foto di tengah jalan, ditegur polisi yang lagi patroli |
![]() |
Ini pas lagi ndaki |
![]() |
Ini pas lagi istirahat, Kiting mencoba berayun, kalo berhasil nendang muka Rita (yang lagi moto, semua carrier Rita yang bawa) |
![]() |
Gendong carrier? gampang! |
![]() |
Ketemu mas-mas (ternyata adek-adek pendaki) yang bawa carrier super |
![]() |
menjelang pavinblock maut, hadapi dulu ini |
![]() |
lagi berusaha mendirikan tenda |
![]() |
ketemu mbak-mbak (ternyata adek-adek) dengan gaya keren |
![]() |
karena sholat di alam terbuka itu, semriwing dan miring |
Selesai mendirikan tenda, kami makan siang. Hm rasanya
nikmat sekali. Maklum saja, setelah lelah mendaki, kami akhirnya ketemu nasi
juga.
![]() |
mari makan! |
![]() |
Dwi dan Inga lagi goreng pergedel |
![]() |
ini lah tenda kami |
![]() |
buat nampung air hujan |
Tak lama setelah makan, saat sedang asyik menggoreng pergedel, dari atas
tangga seribu yang mengarah ke kawah, turunlah sekelompok bapak-bapak yang
tampak berpakaian rapi dengan peci. Salah seorang dari bapak-bapak itu dibopong
dan beberapa kali muntah-muntah. Melihat kejadian itu, kami sedikit takut dan
penasaran. Usut punya usut, kata salah seorang adik pendaki yang kebetulan
ketemu di sana, rombongan bapak-bapak tadi habis melakukan ritual sesajen.
Semacam minta ilmu. Dan salah satu yang sakit tadi, nggak mampu memenuhi
syaratnya. Entahlah benar apa tidak. Ternyata masih mistis juga daerah sana.
Tak lama setelah kepergian rombongan bapak-bapak tadi,
kelompok penunggu Kuba tengah bersiap-siap ingin turun gunung. Kami bergegas
menghampiri mereka untuk membantu dan mengambil alih Kuba. Khawatir karena ada
kelompok lain yang baru datang. Yaa di atas sana Kuba emang jadi rebutan.
Hahaa. Kami segera membereskan tenda dan membawa barang-barang ke dalam Kuba.
Wah nyamannya. Walau keadaan di dalam Kuba sana cukup creepy. Tapi paling
tidak, kami aman dari angin dan hujan.
![]() |
boss Izul lagi bersih-bersih Kuba |
![]() |
Beginilah bentuk Kuba yang kami tempati |
![]() |
nyanyi di atas Kuba |
Kami naik ke atas Kuba. Di sana kami nyanyi dan ngobrol-ngobrol.
Tak lupa membuat video dokumentasi. Waa dingin banget. Agak rintik-rintik hujan
halus bikin nambah menggigil. Kami ingat belum ambil air untuk persediaan malem
nanti. Jadi kami beramai-ramai mencari sumber mata air. Agak jauh, tapi dapet
lumayan banyak.
Selesai ambil air, eh udah sore aja dunia. Beberapa dari
kami memutuskan naik ke tangga seribu sekedar buat foto-foto. nggak lama di
atas sana, kabut mulai turun. Kali ini cukup tebal dan cuaca semakin dingin.
Kami turun dan kembali ke Kuba. Wah udah rame aja. Ada sekelompok pendaki yang baru
tiba dan sedang memasang terpal di sebelah bangunan Kuba. Agak aneh juga
ngeliat barang-barang yang mereka bawa, ada gas 3 kg. Mau masak apa sih?
Hahaha.
Selesai magrib, kami naik ke Kuba lagi. Nyanyi-nyanyi nggak jelas.
Ngobrol-ngobrol sambil ngeringkuk kedinginan. Anginnya kuenceng banget. Asli
dingin banget. Aku nggak tahan lama-lama. kita yang cewek pada turun buat masak
makan malam, sekadar mie rebus doang. Makan rame-rame di dalem Kuba. Haduh
walau alakadarnya tapi kalo sama-sama gitu rasanya nikmat aja.
Malam itu ternyata langit cerah. Bintang-bintangnya banyak.
Mana keliatannya langit itu deket banget kayak bisa disentuh aja. Belum lagi,
kita bisa liat banyak lampu-lampu dari bawah sana. Gila. Romantis kayak di
film-film suasananya. Ahihihi. Sayangnya, angin malam di atas sana tuh dingin
banget. Jadi sisa malam kita habiskan di dalam Kuba. Buat menghangatkan badan
sekalian ngobrol-ngobrol.
Ngantuk? Iyalah. Capek? Pasti. Jadi beberapa dari kami mulai
ambil posisi untuk tidur termasuk aku. Meski nyaman, ternyata Kuba sempit juga
kalo diisi 10 orang. Jadi kaki ku tetep nggak bisa lurus selonjoran. Mesti
dibengkokin. Mana dingin. Haduh. Sepanjang malem aku gak bisa tidur dengan
nyenyak. Saban sebentar bangun ganti posisi dan duduk buat selonjor. Sementara
beberapa lelaki nggak tidur sampe pagi. Sibuk main kartu.
Keluar Kuba untuk wudhu, wuss anginnya dingin amat. Airnya?
Kayak es. Abis wudhu bukan lagi seger, tapi udah menggigil. Selesai sholat, aku
dan yang lain kebelet pipis. Di luar udah rame banget sama tenda-tenda yang
entah kapan udah berdiri aja. Kami menuju ke arah tempat aku buang air kemarin.
Itu tempat stategis soalnya rada tersembunyi. Eh tenyata dan ternyata, udah ada
dua tenda aja di sana. Mana abang-abang pendakinya pada ngumpul di luar pula.
Kita akhirnya nekat pipis di pinggir jalan aspal tak jauh dari sana. Kami
lakukan dengan secepat mungkin. Bodo amat deh, yang penting bisa keluar. Lagian
masih cukup gelap, jadi nggak begitu keliatan.
Pas kembali ke Kuba, Rita mendadak mules pengen buang aer.
Aduh. Dimana lagi mau nyari spot. Tempat yang biasa kami jadikan tempat
pembuangan udah rame gitu. Akhirnya kita berdua nekat nyari spot lain di deket
tempat ambil air kemaren sore. Baru jalan dikit, ada aja ketemu rombongan lain
yang baru mulai naik menuju daerah sekitar Kuba. Sebenernya daerah sekitar Kuba
itu tempat yang pas buat liat sunrise. Makanya jam segitu, pendaki lain pada
ngumpul di sana.
Kita berdua akhirnya lolos dari pengelihatan pendaki lain.
Agak ekstim juga sih tempat buang aer Rita kali ini. Di balik semak-semak yang
landai. Makumlah yaa menghindari dilihat orang. Selesai urusan, kami balik ke
Kuba. Di sana udah banyak orang yang pada ambil posisi buat foto-foto. sayang banget matahari agak malu-malu hari itu.
nggak muncul dengan cantik kayak pas pertama ndaki kemaren. Dan berbeda dengan
sebelumnya, jumlah pendaki yang naik banyak banget. Serasa di pasar. Ini
kayaknya orang Curup dan Bengkulu pada ngungsi semua deh. Pas ndaki sebelumnya
cumaa ada satu kelompok aja. Nggak nyaman juga sih kalo serame itu.
Sembari menunggu yang lain pada ambil air dan cuci muka, aku
dan Rita masak nasi. Hasilnya, nasi setengah matang dan bau gosong. Hahaha
akibat masak di panci sih bukan di periuk. Sekembalinya yang lain dari ambil
air, kami masak untuk sarapan. Selesai mengisi tenaga, kami bergegas mengemas
barang-barang. Rencananya jam 9 kami akan ke Kawah Mati. Kalau kuat, akan di
lanjutkan ke Top (Puncaknya Bukit Kaba) melewati Bukit Gajah.
![]() |
ayo turun, kapten! |
![]() |
ini dia jalan menuju kawah mati |
Medan menuju Kawah Mati itu melewati jalan berbatu yang
terjal. Mirip seperti jalan menuju Machu Pichu di Peru. Kami harus
berhati-hati. Berhasil melewati jalan berbatu terjal, ada jalan batu menanjak.
Kami harus mendakinya. Benar saja, nggak akan mungkin melewatinya jika harus
menggendong carrier. Nafas sudah ngos-ngosan, kami dihadapkan dengan jalan
setapak yang kiri dan kanannya jurang. Menyisiri jalan itu, tibalah kami pada
lereng berbatu dan berpasir. Kami harus turun ke sana untuk bisa melihat dengan
dekat Kawah Mati. Bau belerang menyengat hidung. Sempat bikin sesak nafas dan
pusing. Belum lagi jalan itu sering licin karena pasirnya nggak padat. Mudah
longsor. Berapa kali kami hampir terpeleset. Untung masih bisa dibantu para
lelaki. Hingga tibalah kami di Kawah Mati.
![]() |
itu yang kecil itu rombongan yang lagi turun ke kawah mati |
![]() |
Selamat datang di Kawah Mati |
![]() |
Padang luas kayak di Bromo |
![]() |
Di balik bukit terjal itu, ada kawah hidup. Itu yang warna biru kecil adalah Ismid yang lagi usaha ndaki |
Sebelum turun ke Kawah Hidup, kita dikelilingi oleh
batu-batu terjal dan bukit-bukit besar. Mirip seperti setting film The Hobbit.
Dari sana bisa kita lihat para pendaki yang majat tebing batu tanpa alat
pengaman. Dari bawah, mereka kelihatan kecil semua. Ngeri. Btw, Sempet ada
konflik antara aku dan boss Izul. Tapi untung bisa diselesaikan.
Ga semua member turun ke Kawah Hidup untuk liat danau
belerang secara dekat. Yang turun cuman Kiting, Ari, Nop dan yang paling
antusias itu Inga. Yang lain milih duduk di di atas sambil liat-liat dan
foto-foto.
Mengingat kita udah menghabiskan waktu dua jam di sana, kami
akhirnya memutuskan naik. Melewati jalur pas turun tadi. Haduh. Aku dan Rita paling
ngerasa ribet, soalnya paling sering kepeleset. Untung para cowok bersedia
nuntun kita-kita yang lemah ini.
![]() |
siapa yang nuntun siapa sih |
Fyi, empat cewek yang ikut ini pada kuat-kuat semua. Cuman
kita acting lemah aja. Hahaha disuruh gendong carrier sih bisa ajaa, tapi yaa
itu mereka yang laki-laki pada baik semua. Nggak mau kita bawa yang
berat-berat. Saban sebentar selalu nanya, “kalo capek ngomong. Berenti dulu
kito”. Dan selalu nawarin tangan kalo kita susah manjat (padahal bisa tuh
manjatnya). Yaa gitulah enaknya jalan sama mereka. Paling kalo masalah
masak-masak aja yang mereka maunya ngeboss. Urusan perut 100% tanggung jawab
wanita. Urusan yang berat-berat, biar lanang.
![]() |
4 wanita perkasa |
Selesai mengambil carrier di tenda milik anak SMP tadi, kami
lanjutkan perjalanan turun melewati rimba. Awalnya agak takut juga lewat rimba.
Soalnya kemarin pas pulang kita lewat jalan aspal. Setelah dicoba, ternyata
lebih mudah lewat rimba daripada aspal. Selain kaki nggak perlu menahan berat
badan, jalannya juga gak begitu curam. Kami bahkan bisa lari menuruni jalan
rimba. Kaki cukup dihentak-hentakan di tanah. Wuss langsung meluncur turun.
Hati-hati aja jangan sampe kepeleset. Rita adalah member yang paling sering
kepeleset karena salah pake sepatu. Permukaan bawah sepatunya licin. Untungnya
gitar yang dia bawa aman-aman aja.
Kalo turun lewat aspal bisa dua setengah jam, lewat rimba
bisa sampe satu jam setengah saja. sebelumnya pas lewat aspal, kita emang
sering banget istirahat. Kalo lewat rimba, nggak begitu capek jadi bisa lanjut terus. Menjelang sampe ke pos,
tiba-tiba kami disambut oleh suara gemuruh. Tak lama, hujan pun turun dengan
derasnya. Untungnya kami tiba tepat waktu di pos. Sembari menunggu hujan
berhenti, kami istirahat dulu melihat hujan. Siang itu pos cukup ramai. Karena
banyak yang mau naik dan turun. Maklumlah weekend. Apalagi abis anak SMA ujian
akhir, jadi anak-anak SMA banyak yang main ke sana. Kita ngeliatin mbak-mbak
yang bawa boneka Helloo Kitty ke atas sana. Yaampun. Kalo kita-kita yang bawa,
wah bisa kena bacok sama para lelaki, “Nak kemano nian bawa-bawa boneka?”.
Terus ada juga mbak-mbak yang pake jilbab pasmina. Walah ini mbak mau ke mall
kali yaa, sempet-sempetnya dandan di atas sana. Ahihihi
Hujan reda sesaat, kita tancap pulang. Di jalan kita
berhenti untuk makan. Kalap mata, aku mesen Baso dan Sate Ayam. Nikmatnyaa~
mungkin kalo jualan Baso di atas sana pasti untung besar. Dingin-dingin makan
Baso. Wah!
Selesai makan, kami istirahat di rumah Ari. Ada yang tidur,
mandi, beres-beres, makan atau beli oleh-oleh. Jam setengah 6 kita nekat pulang
ke Bengkulu. Kali ini aku nggak dioper-oper lagi. Partnerku tetep Nop. Sampai
di Kepahiyang rencananya kami mau beli gorengan lagi. Karena belum matang, kami
nyari masjid dulu. Selesai sholat dan makan gorengan kami melanjutkan perjalanan.
Di jalan kami berhenti untuk nyari jas hujan ponco. Karena dapet kabar kalo di
Bengkulu lagi hujan deres. Tak lama ketika mulai masuk ke hutan, hujan
benar-benar turun. Jarak pandang terbatas karena kabut tebal. Belum lagi jalan
yang banyak bolong. Nggak jarang kami masuk lobang karena genangan air. Kami
sempat berhenti karena ragu mau lanjut jalan atau menunggu hujan turun dan
kabut menipis. Tapi setelah dilihat-lihat, hujan akan turun lama. kami putuskan
untuk terus jalan secara perlahan-lahan dan tidak mencar terlalu jauh.
Selama perjalanan, aku ngantuk banget. Beberapa kali
ketiduran. Untung nggak jatuh. Pukul setengah sembilan malam, kita memasuki
Bengkulu. Alhamdulillah sampe juga dengan selamat. Walaupun badan menggiggil
kedinginan, tapi perjalanan kali ini sangat berkesan!
Aaaaakkkk keren!!!
BalasHapus