Kesampean juga jadi anak gunung.
Yah walaupun gunung yang didaki ini masih termasuk kategori bukit sih.
Rencana mendaki Bukit Kaba ini sudah tercetus dari jauh-jauh hari. Dari opini
biasa, hingga bisa direalisasikan sekarang. Tepatnya Sabtu, 22 Maret 2014 lalu.
Rombongan yang pergi tidak lain tidak bukan adalah AKIS, kumpulan teman-teman
sekelas semasa kuliah dahulu. Mereka yang beruntung bisa ikut berjumlah 19
orang yaitu, Izul, Ari, Kiting, Eko, Syahban, Dang Okta, Fektra, Ario, Dwi,
Uci, Nirmala, Mardah, Trisna. Ada juga teman dari luar, Nop dan Ismed (teman
kosan Syahban), Dayek (pacar Nirmala), Nita (anak kelas B) dan Rita (anak
B.Inggris). Komposisi pas 11 laki-laki dan 8 perempuan.
Sebelum berangkat, kami mempersiapkan keperluan logistik, karena rencananya
kami akan bermalam di atas. Tenda, lampu, gitar, kompor, air, dan makanan sudah
dibeli dan dipersiapkan. Ternyata bawaan kami cukup banyak mengingat jumlah
yang ikut juga banyak.
Janji berkumpul di rumah Izul pukul setengah 8 pagi, kami bertolak menuju
Curup pukul 8 dengan membawa 10 motor. Iring-iringan tiba pukul setengah 11 dan
beristirahat di rumah Ari. Setelah makan siang dan sholat, kami menuju bukit
pada pukul 1 siang. Saat itu cuaca mulai mendung.
Kami tiba di pos penjaga di kaki bukit. Di sana kami menitipkan motor dan
pamit pada abang-abang penjaga. Tidak disangka, jumlah pengunjung saat itu lumayan
banyak. Rata-rata didominasi oleh kaum adam. Sebagian dari mereka terlihat
sudah pro dalam mendaki. Berbeda dengan kami. Hanya tiga dari 19 orang yang
pernah mendaki Bukit Kaba.
Rute menuju bukit ada dua, yaitu jalur rimba dan jalur aspal. Keduanya punya
kelebihan dan kekurangan. Jalur rimba, medannya berat dan sedikit membingungkan
bagi yang belum pernah mencobanya. Namun dapat ditempuh dalam waktu dua jam
(jika berjalan dengan stabil). Jalur aspal, rutenya cukup jauh dan memakan
waktu lebih lama. Namun jalurnya pasti karena kita tinggal mengikuti jalan
aspal yang sudah ada. Rencana awal sebelum mendaki, kami akan melewati jalan
aspal. Namun rencana ini dibatalkan melihat jumlah pendaki pada hari itu cukup
banyak. Kami harus segera tiba di atas, agar dapat tidur di dalam Kuba (sebuah
bangunan kecil berbentuk kubus yang ada di atas sana).
Dengan semangat yang menggebu, kami mulai pendakian melewati jalur rimba. Awalnya
tidak ada masalah, kami melalui jalan setapak yang terlihat normal. Tak lama,
medan yang kami lalui mulai sulit. Jalan yang terjal dan curam membuat kami
harus saling membantu satu sama lain. belum lagi bawaan kami yang cukup banyak
dan berat. Sebagian dari para wanita tidak menyandang tas, cuma aku dan Rita. Selebihnya
menitipkan tas kepada para lelaki.
Setelah melewati sungai kecil, jalur pendakian semakin sulit. Meski
dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan, ternyata mendaki itu bikin gerah juga.
saat berhenti istirahat sejenak, sebagian dari kami melepas jaket yang
dikenakan. Beberapa lelaki malah melepas pakaian mereka. Ada yang hanya
bertelanjang dada atau sekedar mengenakan kaus kutang dan celana pendek. Perjalanan
dilakukan dengan sesekali berhenti untuk duduk dan ambil nafas. Aku, Mardah dan
Rita kebagian jalan di bagian belakang. Kami jalan cukup lama karena beban
bawaan dan kondisi fisik yang gampang lelah. Di belakang kami ada Izul, Ari,
Nop, Syahban dan Fektra yang juga membawa beban paling berat diantara anggota
lain. Sedih juga melihat perjuangan mereka menggendong carrier dan backback
ukuran besar yang berisi makanan dan alat-alat. Belum lagi terpal ukuran besar
dan tenda. Jadi kami terpisah menjadi dua kelompok, kelompok atas yang berjalan
di depan dengan beban bawaan ringan dan didominasi perempuan dan kelompok
belakang yang membawa beban paling berat.
Hampir tiap sebentar kami berhenti untuk istirahat. Keringat sudah bercucuran
dan membasahi baju. Beberapa kali kami di salip oleh kelompok lain yang
mendahuli kami. Beberapa kali kami berpapasan dengan kelompok lain yang akan
turun. Mereka semua ramah meskipun banyak yang terlihat masih sangat muda tapi
sudah mendaki, tampang-tampang SMP-SMA (bahkan kami bertemu rombongan anak
SMANDA)
Hampir setengah perjalanan, dari kejauhan terdengar bunyi air. Ternyata hari
mulai hujan. Kami mengeluarkan mantel yang memang sengaja dipersiapkan. Meskipun
hanya mantel plastik harga 5 ribuan, tapi setidaknya pakaian dan tas sedikit
terlindungi.
Hujan mulai deras dan medan semakin berat. Belum lagi jalanan yang licin
dan tergenang air, menambah sulit kami dalam berjalan. Semakin lama, semakin
terjal dan sempit. Di sebelah kiri kami mulai terlihat jurang. Kami harus
berhati-hati dan berjalan dengan perlahan agar tidak tergelincir. Tak lama,
kami berpapasan dengan rombongan yang melewati kami sebelumnya. Ternyata salah
satu temannya tertinggal. Dari mereka, kami tahu bahwa kami sebentar lagi akan
tiba di atas. Benar saja, tak lama, kami tiba di atas. Kami di sambut oleh
sekumpulan pendaki lain yang sedang mendirikan tenda. Jumlahnya banyak. Aku sendiri
nggak menyangka bahwa ada orang sebanyak itu di atas.
![]() |
suasana camp pendakian (sumber : harianrakyatbengkulu.com) |
Kami pikir kami telah sampai. Tapi ternyata kami salah. Izul, salah satu
yang pernah mendaki menyuruh kami untuk terus jalan. Ternyata di ujung sana,
masih ada bukit lagi. Dan kami akan mendirikan tenda di atas sana. Bukan di
dekat rombongan tenda-tenda yang barusan kami temui tadi. Rasanya kaki mau
copot. Lemas dan tak ada tenaga untuk naik. Padahal bangunan Kuba sudah
terlihat. Tapi rasanya jauhh sekalii. Medan untuk mencapai Kuba lebih berat. Batu
kerikil besar dan kontur tanah yang sangat miring membuat kesulitan dalam
berjalan dan ambil nafas. Kabut mulai turun, hujan masih belum berhenti dari
tadi. Kami dipaksa untuk terus naik. Kami tiba di bagian yang sudah
dipavinblock. Dan bentuknya sangat curam. Aku harus merangkak naik karena nggak
kuat untuk berdiri. Sementara rombongan mulai sampai, kami masi berjuang. Sesekali
kami melihat ke bawah, ke arah rombongan tenda-tenda tadi. Mereka menghilang. Tertutup
kabut. Hari mulai sore, kami harus sampai ke Kuba segera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar