Malam yang gerah di ruang
nonton. Kami duduk berdua di lantai yang di alasi karpet berdebu. Emak asik
menatap layar televisi dengan serius. Sesekali tertawa saat pemain wayang
menjatuhkan diri ke atas properti yang terbuat dari stereoform. Kipas angin tua tidak cukup membantu
mengeringkan peluh di sekujur tubuhku. Terlalu panas.
Pikiranku berlari
kemana-mana. Tentang konsekuensi. Tentang perasaan. Tentang Emak. Aku menatap Emak yang duduk tak jauh dari ku. Menatap
sekeliling ruangan. Ragu-ragu ku dekati Emak.
“Mak”
“Hm”, Emak menjawab
ringan. Tanpa menarik pandangan dari televisi.
Aku menatap mata Emak lekat.
Kalimat yang tulus aku ucapkan dari dalam
hati. Untuk Emak yang selalu berharap padaku.
“Maafin aku ya, Mak. Aku belum bisa buat Emak
bangga”
“Apa?”, Emak menatapku
penuh rasa penasaran.
Sayangnya aku hanya
mengatakannya dalam hati. Hanya dalam hati.
“Err, ganti dong siaran
nya”, aku gugup dan menatap televisi.
Emak mengerling. Kembali menatap
televisi. “Nanti tunggu iklan”
Aku diam. Bagaimana bisa. Sungguh tak bisa.
Semangat on, kita pasti bisa !!!!
BalasHapus