Malam pertama di desa Pukur
Anw, sangat banyak yang harus diceritakan. Pengalaman hari ini benar-benar
sangat tidak terduga. Touring mulai dari kota sampai ke Arma. Bolak balik.
Terutama special thanks buat Pangalila yang sudah bersedia menemani dan mengantarkan
saya hari ini. Juga buat Haky, yang rela nganterin.
Pagi hari saya di jemput Pangalila, niat awal memang nggak mau ikut upacara pelepasan di universitas.
Jadi pagi ini menemani Pangalila ke dekanat buat tanda tangan laporan dsb nya.
Ada hal yang tidak terduga pas di dekanat. Yah sayangnya keberanian tidak
memihak pagi ini. Meninggalkan rasa menyesal yang mendalam. Halah, lebai.
Selain itu memang tidak mau bertemu teman2 satu prodi. Males. Nanti terasa
sangat menyesakkan dada saat harus melihat mereka di sana. Yaa semacam itulah.
Sampai pukul 9 sebenarnya saya nggak tau harus ke Pukur dengan siapa dan naik apa. Plan A yaitu nebeng
Ayahnya Rina. Tapi sedikit kurang meyakinkan karena Ayah Rina ada jam mengajar
kuliah. Minta Bapak anter juga bisa nya sore. Walaah akhirnya basa-basi dengan Pangalila dan Haky, sialnya, mereka mau nganterin. Sangat terharu dan senang. Fyi, desa
Pukur itu berbeda arah dengan desa Talang Pasak tempat Pangalila dan Paky.
Berbeda kecamatan. Air Napal dan Kerkap. Beda jalurnya. Haha
Kami bertiga berangkat mulai pukul 10. Rencana awal ke Argamakmur dulu.
Padahal, desa Pukur itu letaknya sebelum Argamakmur. Jadi yaa bolak balik.
Kasarnya begitu. Mana jalan yang ditempuh itu nggak mulus. Hancur dan rusak
parah sodara-sodara. Debu dimana-mana. Lobang pun nggak tanggung-tanggung.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam kurang, kami bertiga tiba di Kota
Argamakmur. Sempet bingung harus kemana karena kami buta arah. Akhirnya
berkumpullah bersama rombongan lain (yang juga tersesat) di Balai Kota. Di sana
sudah banyak rombongan lain yang datang. Suasana rame. Bangku-bangku dan tenda
sudah siap. Kami sempat disuruh-suruh pindah sama panitia (yang sangat-sangat
jutek). Ribet dan lama lah pokoknya. Belum lagi musti nunggu Pak Bupati nya
dateng. Padahal perut udah keroncongan, badan udah capek. Panas kemana-mana.
Setelah mendengar cuap-cuap dari beberapa orang yang tidak terlalu saya
perhatikan, akhirnya saat yang ditunggu pun tiba. Makan siang gratis. Dengan
semangat 45, kami makan selahap-lahapnya. Sialnya itu menu makan siangnya enak
sekali. Sayang nggak bisa dibungkus.
Selesai makan kira-kira pukul setengah 4, kami melanjutkan perjalanan. Di
bagian ini yang saya sangat-sangat nggak enak. Dianterin Pangalila dan Haky
yang letak desa nya jauhhh sekaliii dari desa mereka, belum lagi kelompok
mereka sebenarnya sampai saat saya di anter itu belum nemu rumah tempat
tinggal. Apa nggak merasa bersalah saya? Haduh, tapi terharu –haru pas mereka
bilang, “Pokoknya antar sampai tujuan. Tadi kan la janji”. Terima kasih, teman
:*
Sampai di sekre saya kira-kira pukul 5 kurang. Anak-anak kelompok udah
nyampe dari siang. Mereka lagi sibuk beres-beres dan baru selesai masak buat
makan siang. Sore nya abis magrib, entah mengapa suasana depan sekre kami rame
sekali. Awalnya kami nggak berani keluar, tapi setelah dipikir-pikir akhirnya
keluar juga. Beberapa anak gadis duduk-duduk di teras rumah. Sebagai tuan rumah
yang baik dan ramah, kami ikutan ngobrol. Yah itung-itung kenalan sekalian
nanya-nanya. Udah ngota-ngota kemana-mana, kita kira ini bakal lama. dan benar
saja saudara-saudara, sampe jam 10 malem ini para tamu nggak abis-abis bahkan
nambah. Beberapa bujang malah dateng. Dandanannya kayak artis korea ga jadi. Kulit putih, rambut pirang, sayang ngomong pake bahasa Jepang (bahasa Rejang red.). Ngajak main song dan domino di teras.
Kita yang cewek-cewek ngungsi ke dalam. Dengan keadaan laper sekali, kita makan
malem diem-diem (nggak enak sama yang di luar). Abis makan, menyelinap ke
kamar. Tidur, soalnya sudah capek dan ngantuk berat.
Sekian laporan dari saya, saya kembalikan ke moderator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar