Kamis, 17 November 2011

Nekat dan Sakti itu Beda Tipis

Berawal dari bincang-bincang dengan Nyella dan Eko yang pada suatu malam datang kerumah saya buat belajar bareng Analisis Real karena besoknya UTS. Saya basa-basi ngajak jalan-jalan ke Curup lagi abis UTS nanti. Tapi Eko nyaranin ke tempat lain yang belum pernah kami kunjungi, yaitu Lebong.
Dan basa-basi percakapan malam itu akhirnya direalisasikan setelah UTS selesai. Bersama anggota AKIS lainnya, direncanakan kami akan ke Lebong lewat jalur Utara, berhenti di Argamakmur sebentar dan pulang lewat Curup. Rencana awal, pagi Sabtu kami berangkat, sampe Lebong siang, terus sore pulang dan nginep di Curup (mengingat di Curup banyak tumpangan). Minggu pagi jalan-jalan di Curup, dan siangnya pulang ke Bengkulu lagi.
Setelah susah payah meminta izin, akhirnya saya diperbolehkan untuk ikut, yeeeahh!
dannn, hari H pun tiba. Sabtu pagi, kami berkumpul di dekanat pukul 7.
foto dulu sebelum berangkat

Mengucapkan bismimillahirahmanirrahim, kami pun berangkat. Dengan 7 motor, yang anggotanya Ario-Eli, Fektra-Aku, Eko-Biawak, Sya'ban-Bu Dedew, Uyik-Meta, Ijul-Kiting, dan Dang yang solo dulu, nanti di Arma kami jemput Dwi dulu.
Perjalanan ke Arma cukup menyenangkan, karena cuaca yang mendukung (masih belum panas cuy). Sekitar jam 10an, kami memasuki Kota Argamakmur. Ini kali kedua aku ke sana. Yang bikin unik dari Argamakmur itu adalah : becak motor yang gak ada di bengkulu. Uniknya becak motor ini selalu dibawa oleh motor besar tua (?).
becak motor di Arma
Hal unik lain saat memasuki kotanya Argamakmur, yaitu jalanannya yang naik-turun. Padahal di pusat kotanya.  Karena lumayan pegal duduk lama di motor, kami langsung menuju ke rumah Dwi. Setelah numpang istirahat dan ditawarin makan siang (hhehe), kami pun berangkat.

sebelum jalan, foto dulu di depan rumah Dwi
Perut udah kenyang, sekarang motor-motor yang pada laper. Berhubung perjalanan masih jauh, isi bensin dulu. Tapi karena SPBU kosong siang itu, terpaksa beli eceran.

bensin eceran tepat di sebelah SPBU
Tangki minyak udah full, lanjutkan perjalanan panjang. Cuaca cerah sekali (pake jaket, masker, kaos kaki biar gak item, jiaaahh)

iring-iringan motor AKIS menuju Lebong
Ternyata, jalan menuju Lebong itu sangat-sangat-sangat mengerikan. Kami harus melewati jalanan yang kondisinya sangat-sangat-sangat (lagi) rusak parah. Apalagi d isepanjang jalan banyak truk-truk besar pengangkut Kelapa Sawit. Bisa dibayangkan perjalanan berat kami ini bertabur debu dan tetes keringat :p

Dang-Dwi yang berusaha menyalip truk kelapa sawit

debu dimana-mana

waspada lewat jembatan ini

jalan boleh lebar, tapi rusaknyaaa

Perjalanan dilanjutkan. Tapi tiba-tiba hujan turun. Kita sepakat berhenti di salah satu rumah penduduk di sebuah dusun kecil. Rumahnya sih tertutup. Mungkin orangnya pergi, jadi kita berdiri di teras rumahnya. Ada yang aneh, di atas pintu masuk itu rumah, ada sarang lebah, bawang putih, cabe kering yang sepertinya sengaja ditaruh di sana. Tapi saya juga gak ngerti buat apa.

nunggu ujan reda
Melihat hujan yang sepertinya akan lama, kami nekat untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa teman mulai memakai jas hujan. Untungnya, Fektra yang jadi mitra saya bawa jas hujan (tapi apesnya, itu jas hujan tunggal a.k.a jas hujan baju yang hanya bisa dipake satu orang aja). Dan saya cuma berbekal jaket alakadarnya kedinginan di belakang.
Tak lama, akhirnya hujan berhenti. Hanya menyisakan rintik kecil saja. Yeeeah.

Tapi hujan bukan apa-apa, selain medan perjalanan yang berat, kami juga harus melintasi kawasan hutan lindung yang sepi. Saat melintasi, memang benar-benar sepi itu jalan. Serasa yang melintasi cuma kami. Kendaraan yang lewat benar-benar bisa dihitung jari deh siang itu. Jalan yang ada sempit, meski tidak terlalu rusak seperti sebelumnya, tapi sepinya itu yang kagak nahan. Apalagi  akhir-akhir ini harimau yang ada di kawasan itu sering menampakkan diri. Orang banyak yang menyebut daerah hutan itu Sawangan. Waktu di rumah Dwi, bapaknya sempat berpesan pada kami untuk ekstra hati-hati pas lewat di sana. Jangan “macam-macam”. Jaga sikap. Sewajarnya saja. Padahal sebelumnya saya dan Fektra ngobrol banyak (tentang makhluk gaib lah, santet, ciri-ciri desa yang ada “racunnya”, guna-guna, cerita mistis dll) .Tapi sepanjang perjalanan melintasi sawangan, kami tidak banyak bicara. Bahkan saya gak mood buat ngeluarin kamera.
Akhirnya Sawangan berhasil kami lewati tanpa kekurangan sesuatu apapun. Duh, sumpah yaa, ngeri banget daerahnya. Kita berhenti sebentar di sebuah jembatan. Foto dulu men.

menjelang keluar dari Sawangan

foto dulu di jembatan
Selanjutnya, perjalanan kami makin asyik aja. Apa lagi keadaan sekitar mulai rame lagi, mulai memasuki desa lagi deh. Jalan terusss, dan mulai memasuki pinggiran Lebong. Tapi sempet bingung juga, soalnya, jujur aja dari 14 orang yang ikut ini, gak ada satupun yang pernah ke Lebong. Haha. Nekat.

bingung arah
Tak berapa lama kemudian, kami melintasi daerah pemerintahan Lebong. Sayang karena waktu yang mepet, kami gak bisa foto di depan Kantor Bupatinya. Daerahnya, kurang lebih mirip saat kita baru memasuki wilayah Kepahiyang. Jalan yang lebarrr dan gedung perkantoran yang baru dan besar serta megah.




mendung membayangi kami
Terus jalan, kok ini jalan makin lama makin menurun yaa? Wah ternyata Lebong ini seperti kota dalam mangkok. Di kelilingi gunung-gunung. Kami memutuskan berhenti sebentar di salah satu tikungan yang menurun. Kenapa berhenti di sana? Karena dari sana, kita bisa melihat kota Lebong dari atas. Baguss banget :D

dengan background kota Lebong


hey di Lebong ada becak motor juga

Daaann, akhirnya kami tiba di tengah kota. Lebih tepatnya di daerah Muara Aman. Eko memutuskan menghubungi sahabat karibnya yang kebetulan orang Lebong. Namanya Ryan. Kami pun ketemuan di bundara dekat pasar. Dan ke empat belas pasukan nekat ini akhirnya di bawa ke rumah Ryan. Tadinya hanya mau numpang istirahat sholat sebentar. Tapi disuruh makan siang juga. Yaudah deh, kita nerima aja (padahal ngareepp banget. Udah laper coy)

makan siang rame-rame
Selesai makan dan istirahat, Ryan menawarkan diri menjadi guide perjalanan kami di Lebong. Bersama adiknya (yang cantik), Intan, kami dituntun ke sebuah daerah pertambangan (?) yang banyak dikunjungi sebagai objek wisata, yaitu Lobang Kacamata. Sepertinya dinamakan begitu karena memang dinding batunya itu memiliki dua lobang besar (semacam terowongan) yang bersebelahan dan tampak seperti kacamata. Masuk sebentar kedalam salah satu lubang, tapi atas saran dari Ibu Ryan sebelum pergi tadi, “Jangan masuk terlalu jauh ke dalamnya, nanti susah keluar. Orang banyak yang tersesat”, kami pun bergegas melanjutkan perjalanan saja, daripada nanti kualat, hehe. Kami lanjut jalan ke inti dari tujuan ke Lebong, yaitu daerah yang bernama : Air Putih.


siap-siap pergi jalan keliling Lebong

tampak luar Lobang Kacamata

tampak dalam Lobang Kacamata
Tapi cuaca emang lagi gak mendukung. Baru jalan sebentar, tiba-tiba hujan mulai turun. Kami berhenti di sebuah tempat cucian mobil. Teman-teman yang lain pada nitipin handphone dan dompetnya ke saya semua (soalnya saya sendiri yang bawa-bawa tas kecil). Handphone dan dompet dimasukkin ke kresek, dan ketua perjalanan kami, Eko pun berkata, “Ayo kita lanjutkan ke Air Putih. Udah kepalang basah. Masa jauh-jauh ke Lebong cuma nunggu ujan berenti? Lagian kita ke Air Putih kan mau mandi. Mandi air panas lagi. Pas banget dingin-dingin gini.”
Terbakar semangat, kami memutuskan menerobos hujan. Kalo kata Ryan, jarak ke  Air Putih hanya tinggal sedikit lagi. Guyuran hujan lebat, saya mulai menggigil. Kok gak nyampe-nyampe yaa? Ternyata daerahnya jauhhh jugaa. Lumayan sampe bikin daleman saya sampe basah juga, hehe.

Sampe juga di daerah Air Putih. Hujan masih tambah deres aja. Tempatnya sih kayak bukan objek wisata gitu. Masih belum dikelola seperti Suban Air Panas di Curup sana. Masih alami. Kami menitipkan motor dan tas di sebuah warung yang pemiliknya kenal baik ama Ryan (sekedar informasi, Ryan ini terkenal banget di daerah Lebong). Kami berjalan di jalan setapak yang sedikit menanjak (masih diguyur hujan lebat). Dan tiba di bagian ujung, kami harus turun sedikit untuk bisa tiba di sungai air panasnya. Tapi betapa terkejutnya kami, saat melihat arus sungai yang luar biasa deras dan ganasnya. Bukan lagi seperti namanya, Air Putih, itu air sungai udah kayak sungai arum jeram dari susu coklat. Sumpah yaa, kalo aja sapi dijorokin ke sana, pasti bakal langsung ilang karena hanyut sangking dahsyatnya arus sungai yang lagi banjir itu. Apalagi ada bumbu-bumbu petir juga yang membuat kita kembali ke warung tadi. Yaahh merasa sia-sia deh.

Tapii, sebelum tiba di warung, ternyata dan ternyata ada kolam renang tak jauh dari pintu masuk tadi. Tanpa babibu, ke empat belas anak gaul + dua kakak beradik ini pun segera nyeburrrr ke kolam air panas itu (tentunya masih berhujan lebat  ria). Tadinya saya, Eli, Intan dan Dwi Cuma duduk-duduk dipinggir kolam. Tapi yang lain pada usil nyiram, dorong-dorong dan narik sampe kita kecebur semua. Waaahhh, angetttt sumpahhh! Meski hujan masih lebat, tapi kami pada keriangan main air, asyikk banget! Sayang gak bisa foto-foto. Puas berenang dan main air, kita naik dan mulai menggigil brrr. Dinginnnn. Hujan masih terus aja. Kembali ke warung tadi, kami memutuskan pulang, mengingat sudah terlalu sore. Mana kami pada gak ada yang bawa baju ganti, jadi basah yang dibasah-basahin ujan lagi.

Nyampe di rumah Ryan sudah sangat sore. Pukul 5. Dengan hujan lebat dan perjalanan yang cukup jauh, kami tidak mungkin melanjutkan pulang ke Curup. Terlalu beresiko. Maka dengan berat hati, kami akhirnya meng-iya-kan tawaran Ibu dan Bapak Ryan untuk nginep di sana (padahal emang ngareepp. Soalnya di Lebong kami gak punya kenalan lain, sewa penginapan juga sayang karena tanggung banget).

Kitapun disuruh mandi. Berhubung kamar mandinya cuma satu, jadi yang pertama mandi itu cewek-cewek. Aku, Biawak, Meta, Dwi, dan Bu Dedew mandi sekaligus. Dan asal tahu aja, kita udah kedinginan karena ujan-ujanan, mandi air Lebong yang sangat dingiiinnn bikin gigi saya bergemerutuk, telapak tangan nyilu-nyilu juga. Rasakan sensasinya.

Para lelaki yang pada basah kuyub dan antri kamar mandi, nunggu diteras rumah. Ganti-gantian sampe magrib baru selesai semua. Oh yaa, parahnya lagi, dari ke empat belas anak gila ini, yang bawa handuk hanya tiga orang saja, termasuk saya yang gak bawa juga (tadinya perkiraan bakal nginep di rumah Mbah di Curup, jadi males bawa berat-berat) dan yang dapet giliran mandi terakhir sudah tentu akan kebagian handuk basah, hiahaha.

Selesai mandi dan sholat magrib, lagi-lagi kami ditawari makan malem. Duhh, jadi enak’an (seharusnya jadi gak enak’an), hhehe. Tentu saja kami girang, apalagi menu makan malam kali ini daging bumbu sate, menn. Mantabhhh!

Selesai makan, kami bingung mau ngapain. Untung hujan sudah berhenti. Biawak dan Dwi ngajak buat jalan ke pasar. Rencananya mau beli jas hujan pluss celana. Tahu kenapa beli celana? Karena banyak dari kami yang baawa baju sedikit, alias alakadarnya. Eh hujaan pulaa. Basah dehh.
Ternyata pasarnya lumayan jauh juga kalo jalan kaki gini. Bahkan bikin kaki saya lecet-lecet. Masuk beberapa toko, tanya-tanya. Nongkrong sebentar di salah satu masjid di pinggir jalan, beli gorengan, bingung mau ngapain, akhirnya pulang deh.

numpang foto di depan warung nasi

boyband sok keren

nongkrong di pinggir masjid

Jam 9 tapi mata udah berattt banget. Sebadan-badan pegel semua. Akhirnya bersama Ibu Ryan, kita nyiapin “tempat tidur” masal buat para lelaki di ruang tamu dan ruang keluarga. Kita yang cewe-cewe tidur di kamar Ryan dan Intan. Asyiiikk, pake kasur dan selimut tebel, haha. Sedangkan para cowo-cowo, ambal dan sarung :D

siap-siap tidur

Saya, Eli dan Biawak kebagian tidur di kamar Ryan. Kita sepakat nyetel alarm, biar gak kesiangan gitu. Gak berapa lama, saya udah tidur. Pulesss bangett. Jam 5, alarm bunyi. Kita bertiga bangun buat subuhan. Duhh, badan rasanya remuk semua X(

Dengan susah payah kami membangunkan para lelaki yang tidur udah kayak sarden aja, hehe. Setelah semua bangun, satu persatu dari kami mulai antri mandi (lagi). Ada juga yang gak mandi sangking gak tahan dinginnya Lebong. Pukul 7 kami semua telah siap, ehh ditawarin sarapan nasi goreng ama Ibu Ryan. Duhh, mana bisa nolak nih. Hiahaha, amunisi buat jalan jauh bro.

abis mandi dan sarapan

Lebong di pagi hari

Habis sarapan, para lelaki pada ngantri ngisi bensin. Kita yang perempuan bingung mau ngapain, akhirnya memutuskan ke pasar tradisional yang lagi rame di depan rumah Ryan. Kebetulan, didepan rumah Ryan ini Terminal. Jadi hari minggu pagi gini rame sama pedagang yang jualan aneka macam jajanan, sayur, daging, buah dan barang-barang lainnya. Tinggal nyebrang, dan langsung deh masuk ke keramaian.

"depeleh depeleh depeleh, 3 10 rebu"
om gaul penjual celana

milih-milih bembam
Setelah puas ngeliat keramaian, beli buah dan beberapa celana (lebih tepatnya legging dengan harga murah), kita balik lagi ke rumah Ryan. Para lelaki udah pada balik juga. Kini tiba saatnya kami pamit pulang..
Sebelum pulang, foto dulu untuk kenang-kenangan. Tidak lupa mengajak Ibu, Ayah dan Intan juga.
Setelah sesi foto keluarga, kami pamit. Duh keluarga ini baiiikkk bangeeettt. Asli dehhh. Gak bohongg. Padahal gak kenal, tapi menganggap kami seperti anak sendiri. 14 anak asing yang tiba-tiba nginep, numpang makan dan mandi, haha.

bersama keluarga Ryan

Okee, perjalanan panjang dilanjutkan. Pukul setengah 9 kami meluncur ke Curup. Sepanjang jalan sudah tidak usah diragukan lagi, udaranyaa suegeeerrr bangett. Untungnya jalan yang kami tempuh tidak banyak yang rusak.
Melintasi jalanan, kami tiba di Danau Tes. Sayang, kami tidak bisa mampir  mengingat hari sudah cukup siang. Tapi dari jalan, kami bisa liat itu danau emang baguss bangett. Dikelilingi bukit yang masih sepi dan asri. Suatu saat nanti, saya pengen ke danau itu ahh.

Danau Tes

Makin lama, jalanan semakin panjang dan berliku khas daerah pegunungan. Wah, sepertinya kita mendaki nih, soalnya makin lama makin dingin aja udaranya. Kita berhenti sebentar di salah satu tikungan (lagi). Kenapa harus berhenti di tikungan itu, karena dari sana, kita bisa melihat dengan leluasa pemandangan superrr dari lukisan Sang Pencipta. Pegunungan, bukit yang masih hijau. Segeerr.

ajibbbb



Kira-kira pukul 11 siang, kami tiba di Curup. Kami mampir di rumah Mbah saya untuk istirahat sholat dan makan siang. Tidak lama di rumah Mbah, kami melanjutkan perjalanan. Ke pasar, buat nyari jas hujan (lagi) dan beli oleh-oleh. Tidak ada bukti foto-foto, haha.
Pukul 2 siang, kami berangkat ke Bengkulu. Soalnya takut kehujanan di gunung nanti. Sampe di Kepahiyang, cuaca sih cerah-cerah aja.

di depan Kantor Bupati Kepahiyang

Mulai masuk di gunung, mulai mendung. Eh, ternyata tak berapa lama memasuki gunung, ada Bunga Raflessia yang lagi mekar. Kebetulan, banyak dari kami yang belum pernah liat. Karena nekat tadi, kami memutuskan berhenti dan turun.

Welcome to the Jungle of Rafflesia

Kalo kata abang-abang pemandunya sih cuma 300m aja jaraknya. Tapi 300m nya ini gak datar. Tapi nurun. Kita meniti tangga tanah yang cukup licin. Abang-abang itu menawarkan kami untuk membawa tongkat kayu yang telah disediakan biar gak jatoh pas jalan nanti. Menuruni gundukan-gundukan, meniti jembatan kecil yang licin, setengah perjalanan (yang diiringi 3 kali teriakan saya karena kaget nyaris terpeleset), kami dikejutkan dengan kemunculan harimau sebesar anak sapi. Harimau itu menyeruak di antara pohon-pohon didepan kami. Jaraknya hanya sekitar 10 meter! Okee, yang bagian harimau ini saya bohong, haha, sebenarnya kami dikejutkan oleh suara berisik yang tiba-tiba datang dari arah depan. Seperti suara air. Yang makin lama makin jelas. Itu suara air hujan!

awas licin

masuk hutan pertama kali cuy

OMG! Kami yang belum juga nyampe di TKP, jadi kehujanan (lagi-lagi-lagi). Basah kuyub total. Melintasi sungai kecil yang berair cukup deras karena hujan, akhirnya kami tiba di TKP. Sayang banget ujan, dengan tenda dari terpal yang dipegangin, ada juga bukti kalo saya udah pernah liat bunga raksasa ini. Hujan makin lebat. Kami buru-buru naik lagi ke atas. Dengan susah payah (ini jujur, jalannya licin bangett) kami nyampe juga di atas lagi. Baru kali ini kehujanan didalam hutan. Haha.

taraaa!

mandi ujan lagi
Karena memang udah basah, ayoo kita basah-basahan lagi. Lanjut berangkat turun gunung. Brrr sepanjang jalan kenangan saya kedinginan. Pukul 5 kami memasuki kota Bengkulu lagi (yang sore itu gak hujan sama sekali) dengan keadaan basah kemana-mana.

Touring kali ini emang nekat banget. Touring pertama yang mewajibkan kami semua nginep karena jaraknya yang jauh. Touring pertama ketempat yang tidak satupun dari kami tahu dan pernah kesana. Touring pertama yang direncanain dalam waktu singkat. Haha. Emang sih kami perginya abis UTS. Tapi tugas buat hari Senin dan Selasa itu banyaknya gak ketulungan. Alhasil saya dan teman-teman pada begadang dan ketar-ketir malam hari setelah acara touring. Bisa dibayangin dong, capeknya badan tapi musti bikin tugas. Hadeeeh. Tapiiii, saya pribadi senengg bangeet bisa ikut ke Lebong bersama teman-teman gila ini. Sumpah! Jadi nagih pengen lagi. Untungnya, yang lain juga ngerasa gitu. Hehe, oke, next time yaa kita jalan-jalan lagi :D









1 komentar: